Favela, Neymar, dan Kejutan Bela Timnas

Pemain naturalisasi Beto Goncalves bercerita tentang perjuangan kerasnya sebagai pesepak bola hingga bisa sampai seperti sekarang.

Jakarta, CNN Indonesia

Saya lahir di Belem, ibu kota dari negara bagian Para, utara Brasil. Sama seperti kebanyakan pesepakbola Brasil lain, saya berasal dari favela atau tempat pemukiman padat penduduk di Brasil.

Mayoritas pemain Brasil memang datang dari favela. Jarang ada orang yang hidup mewah memilih bermain bola di Brasil.

Kebanyakan pemain sepak bola datang dari keluarga miskin, lalu bisa hidup berkat sepak bola. Bisa dibilang tidak ada kehidupan bagi orang-orang yang berasal dari sana, hingga akhirnya mengenal sepak bola. Hal yang sama berlaku juga buat saya.

Orang-orang terlibat narkotika dan obatan-obatan bukan sesuatu yang aneh di favela. Pencurian juga marak terjadi di sana.

Bersinggungan dengan hal-hal semacam itu jadi tantangan buat saya demi impian jadi pemain sepak bola di masa depan. Demi kehidupan yang lebih baik.

Saya memang datang dari keluarga yang jatuh cinta pada sepak bola. Ayah saya pernah memperkuat Paysandu yang berkiprah di Brasileiro Serie C tahun 70-an.


Beto Goncalves memperkuat banyak klub di Indonesia. (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/ed/nz/14.

Semua keluarga besar suka sepak bola, tetapi yang sampai profesional cuma saya saja. Sedangkan yang lain banyak yang frustrasi.

Frustrasi karena untuk bisa menjadi pemain sepak bola profesional tidak mudah. Di Brasil, jujur pemain bola dengan kualitas seperti saya banyak sekali.

Saat memutuskan ikut seleksi untuk masuk sebuah klub, tidak ada pemain yang jelek. Semua pemain bagus, jadi susah buat pelatih menjatuhkan pilihan

Ketika seleksi di Brasil sana, dari 50 pemain yang seleksi paling tidak ada 20 pemain yang skillnya mirip dengan saya. Terkadang kamu beruntung atau kamu tetap berusaha, tidak menyerah karena banyak yang menyerah.

Ada yang baru dua kali gagal seleksi kemudian frustrasi dan memilih untuk bekerja saja. Banyak pemain yang bagus, bahkan pemain yang skillnya seperti Neymar di daerah tempat saya tinggal akhirnya memilih untuk bekerja karena tidak beruntung.

Saya akhirnya bisa mencapai fase pemain profesional, bermain di Campeonato Brasileiro Serie C untuk sekian lama. Namun tidak semua pemain dapat kontrak jangka panjang di sana, kecuali tim bisa sampai ke fase nasional.

Ini karena kompetisi dimulai dari liga daerah dengan kontrak tiga bulan. Kalau tim lolos maka akan ada kontrak baru, tapi jika tim gagal lolos dan tidak ada klub baru yang berminat untuk merekrut, maka harus tunggu musim depan.


Dodi Reza Alex Noerdin memberikan bonus kepada Beto Goncalves dan seluruh pemain Sriwijaya FC.Beto Goncalves pernah memperkuat Sriwijaya FC. (CNN Indonesia/Hafidz Trijatnika)

Makanya meski sudah jadi pemain profesional saya masih cari kerja tambahan. Saya pernah kerja bagi-bagi pamflet di lampu merah untuk dapat uang tambahan dan terkadang juga membersihkan taman milik orang lain. Kira-kira waktu itu saya baru 17 tahun.

Karier sepak bola saya semakin naik ketika bermain di tim yang berada di selatan Brasil, Farraoupiha dan Marcilio Dias sekitar 2006. Karena kalau tetap main di daerah utara lebih sulit, enggak mungkin sukses karena jauh dari pusatnya sepak bola Brasil, yaitu Rio de Janeiro dan Sao Paulo.

Dari sana kemampuan saya terpantau dengan lebih baik. Kemudian ada orang Korea Selatan waktu itu yang menawari saya untuk bermain di sana.

Ada tim kasta tertinggi Korea Selatan yang rencananya akan saya bela dan sudah tanda tangan. Setelah itu saya dikasih waktu 20 hari untuk pulang ke Belem, tetapi saya malah sebulan tinggal di sana sehingga akhirnya kontrak dibatalkan.

Pernah juga kesempatan untuk bermain di Eropa datang, di Spanyol. Seingat saya waktu itu Almeria yang masih bermain di divisi dua, tetapi lagi-lagi proses kepindahan ini tidak terjadi.

Saya sempat frustrasi, karena kalau seorang pemain sudah 23 tahun tetapi belum dapat klub besar, sudah pasti susah untuk terus bertahan.

Setelah itu ada seseorang yang pernah mengajak saya untuk main di Indonesia tahun 2004, menghubungi saya lagi dua tahun berselang.

Pikiran saya waktu itu opsi main di Korea dan Eropa sudah tidak terealisasi. Di Brasil juga sudah banyak klub yang saya perkuat dari Vila Rica, Tuna Luso, Remo, hingga Marcilio Dias.

Saat bermain di Remo kami juga berhasil jadi juara Serie C. Sudah punya mobil waktu itu, hidup sudah mulai enak, tapi dari segi finansial belum cukup.

Pada akhirnya saya memutuskan untuk coba berkarier di Indonesia. Selain karena sudah mulai frustrasi di Brasil, alasan untuk mendapatkan pemasukan yang lebih baik mendorong saya ke sini.

Jujur ketika pertama kali datang ke Indonesia dan bergabung dengan Persipura Jayapura saya kaget. Papua jauh dari Jakarta dan begitu berbeda, namun begitu sudah adaptasi saya senang berada di sana.


Banner live streaming MotoGP 2022

Saya senang dengan suasananya dan orang-orang di sana. Mereka menyambut saya dengan baik. Bahkan di manapun bertemu mereka saya seringkali diajak makan bersama. Orang-orang Papua luar biasa.

Cuaca di Jayapura juga mirip seperti Sao Paulo, Rio de Janeiro, dan Belem. Suporter juga sangat fanatik. Saya lihat sepak bola berjalan dengan baik di sana dan Persipura masa itu adalah tim kuat.

Baca lanjutan artikel ini di halaman selanjutnya>>>



Sempat Dikira Habis karena Cedera

BACA HALAMAN BERIKUTNYA



Sumber: www.cnnindonesia.com